Salah satu tokoh penting dalam sejarah awal ilmu
komunikasi di Amerika adalah Harold Lasswell. Diktum Lasswell akan selalu
diingat oleh mereka yang pernah sedikit belajar ilmu politik atau ilmu
komunikasi – karena sesungguhnya Harold Lasswell adalah ilmuwan politik-; “Who
says what, to whom, to which channel and with what effect”. Inilah diktum yang
akan selalu diingat sebagai suatu model teori komunikasi yang linier, yang ia
temukan dari hasil pengamatan dan praktek yang ia lakukan sepanjang masa perang
dunia pertama dan kedua.
Pada tahun 1926, Harold Lasswell menulis
disertasinya yang berjudul “Propaganda Technique in the World War” yang
menyebutkan sejumlah program propaganda yang bervariasi mulai dari konsep
sebagai strategi komunikasi politik, psikologi audiens, dan manipulasi symbol
yang diambil dari teknis propaganda yang dilakukan oleh Jerman, Inggris,
Perancis dan Amerika.
Sebenarnya kata propaganda sendiri merupakan istilah
yang netral. Kata yang berasal dari bahasa Latin “to sow” yang secara etymology
berarti: “menyebarluaskan atau mengusulkan suatu ide” (to disseminate or
propagate an idea). Namun dalam perkembangannya kata ini berubah dan mengandung
konotasi negatif yaitu pesan propaganda dianggap tidak jujur, manipulatif, dan
juga mencuci otak . Pada perkembangan awal ilmu komunikasi, propaganda menjadi
topik yang paling penting dibahas pada masa itu, namun anehnya setelah tahun
1940-an, analisis propaganda ini menghilang dari khasanah ilmu-ilmu social di
Amerika. Sebagai penggantinya muncullah istilah seperti komunikasi massa (mass
communication) atau penelitian komunikasi (communication research), menggantikan istilah
propaganda atau opini publik untuk menjelaskan pekerjaan peneliti komunikasi.
Lasswell sendiri memberikan definisi atas propaganda
sebagai “manajemen dari tingkah laku kolektif dengan cara memanipulasi sejumlah
symbol signifikan”. Untuknya definisi ini tidak mengandung nilai baik atau
buruk, dan penilaiannya sangat bergantung pada sudut pandang orang yang
menggunakannya. Sementara itu ahli lain (Petty & Cacioppo 1981) menyebut
propaganda sebagai usaha “untuk mengubah pandangan orang lain sesuai yang
diinginkan seseorang atau juga dengan merusak pandangan yang bertentangan
dengannya”. Dalam pengertian ilmu komunikasi, baik propaganda maupun persuasi
adalah kegiatan komunikasi yang memiliki tujuan tertentu (intentional
communication), dimana si sumber menghendaki ada perilaku yang berubah dari
orang lain untuk kepentingan si sumber, tapi belum tentu menguntungkan kepada
orang yang dipengaruhi tersebut. Jadi propaganda lebih menunjuk pada kegiatan
komunikasi yang satu arah, sementara persuasi lebih merupakan kegiatan
komunikasi interpersonal (antar individu), dan untuk itu mengandalkan adanya
tatap muka berhadap-hadapan secara langsung. Dengan demikian sebenarnya
propaganda adalah persuasi yang dilakukan secara massal.
Lasswell juga terlibat dalam proyek perang dunia II
dengan melakukan analisa isi terhadap pesan-pesan propaganda yang dilakukan
oleh pihak sekutu. Dengan analisa tersebut Lasswell bermaksud hendak
meningkatkan kemampuan dan metodologi propaganda yang dilakukan pada masa itu.
Dengan kata lain, Lasswell tak cuma menganalisa propaganda tapi ia juga menciptakan
propaganda lain, menghasilkan para murid yang ahli propaganda untuk membantu
pemerintah Amerika dalam mengembangkan propaganda dan program intelejen dari
pemerintah.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat
dilaksanakan secara efektif, maka kita dapat mengutip model komunikasi dari
Harold Lasswell dalam karyanya The Structure And Function Of Communication In
Society menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi
adalah menjawab pertanyaan: Who Says What In Which Channel To Whom With What
Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).
Berdasarkan paradigma Laswell di atas, maka
komunikasi berarti proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada
seorang komunikan melaui media komunikasi tertentu untuk menghasilkan efek
tertentu. Dewasa ini sangat beragam jenis media komunikasi yang beredar di
masyarakat, yang dapat dipergunakan dalam kegiatan berkomunikasi.
Teori-teori komunikasi massa yang berelasi dengan
hasil kebudayaan (theories of cultural outcomes) banyak tumbuh dan berkembang
dalam kajian komunikasi massa yang ada di Amerika Serikat. Secara garis besar
teori-teori yang ada di ranah ini dibagi menjadi dua bagian yaitu yang berfokus
pada hasil-hasil kebudayaan umum dan yang berfokus pada pengaruh terhadap
inidividu.
Untuk mengawalinya, kita akan masuk dari dari kajian
mengenai model dan fungsi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Harold
Laswell.
Selama ini teori media berkonsentrasi pada bagaimana
media bekerja dan pengaruh media terhadap khalayak. Dasar dari perspektif ini
adalah pendekatan fungsionalis yang memfokuskan pada sistem komunikasi massa,
cara kerja sistem komunikasi massa, dan apa yang dilakukan oleh komunikasi
massa.
Salah seorang teoritisi yang mengungkapkan teori
yang paling terkenal dan paling awal dalam kajian ini adalah Harold Lasswell.
Dalam sebuah artikel klasik yang ditulisnya pada tahun 1948 yang berjudul The
Structure and Function of Communication in Society, Lasswell menyajikan suatu
model komunikasi yang berbentuk sederhana. Model ini sering diajarkan kepada
mahasiswa yang baru belajar ilmu komunikasi.
Model yang diutarakan Lasswell ini secara jelas
mengelompokkan elemen-elemen mendasar dari komunikasi ke dalam lima elemen yang
tidak bisa dihilangkan salah satunya (Laswell dalam Littlejohn, 1996:334).
Model yang dikembangkan oleh Laswell ini sangat populer di kalangan ilmuan
komunikasi, dan kebanyakan mahasiswa komunikasi ketika pertama kali belajar
ilmu komunikasi, akan diperkenalkan dengan model di atas.
Sumbangan pemikiran Lasswel dalam kajian teori
komunikasi massa adalah identifikasi yang dilakukannya terhadap tiga fungsi
dari komunikasi massa. Pertama adalah kemampuan kemampuan media massa
memberikan informasi yang berkaitan dengan lingkungan di sekitar kita, yang
dinamakannya sebagai surveillance. Kedua, adalah kemampuan media massa
memberikan berbagai pilihan dan alternatif dalam penyelesaian masalah yang
dihadapi masyarakat, yang dinamakanya sebagai fungsi correlation. Ketiga adalah
fungsi media massa dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada
masyarakat, yang dalam terminologi Laswell dinamakan sebagai transmission.
Dalam perkembangannya, Charles Wright menambahkan
fungsi keempat yaitu entertainment, di mana komunikasi massa dipercaya dapat
memberi pemenuhan hiburan bagi para konsumen dengan dikontrol oleh para
produsen.
Model Lasswell telah menjadi model komunikasi massa
yang melegenda dalam kajian teori komunikasi massa. Maksudnya model Laswell
telah banyak digunakan sebagai kerangka analisis dalam kajian komunikasi massa.
Karakteristik model Laswell adalah kemampuannya
mencatat bagian-bagian yang membentuk sistem komunikasi massa dan serempak pula
dapat menggambarkan hasil-hasil yang hendak dicapai oleh komunikasi massa
melalui ketiga fungsi yang telah dijelaskan di atas. Sejak awal buku ini,
banyak fungsi dari komunikasi massa yang telah singgung. Agar lebih jelas kita
akan melihat pada beberapa di antara fungsi komunikasi massa secara lebih
mendalam melalui berbagai teori dalam pembahasan berikut. Kita mengawalinya
dari bagian tentang teori mengenai difusi informasi dan pengaruh.
No comments:
Post a Comment