Sunday, November 24, 2013

Paul F. Lazarsfeld

   
       Paul F. Lazarsfeld (1901-1976) adalah seorang pemuda asal Wina dan lahir dari keluarga intelektual Yahudi. Ia menghabiskan 30 tahun masa hidupnya di Wina. Lazarsfeld melihat ayahnya sebagai pengacaara yang sangat miskin dan tidak sukses. Kehidupan Lazarsfeld merupakan perpaduan antara dunia akademik dan bisnis. Ibunya tidak memiliki pendidikan formal, tetapi dikenal sebagai penulis buku “How the Woman Experience the Male” yang terbit di Eropa tahun 1931. Lazarsfeld memperoleh bekal pendidikan yang memadai sebagaimana tipikal anak-anak kalangan menengah di Wina. Ketika masih sangat muda ia pernah menganut pemikiran sosialis dan militant lewat sebuah organisasi yaitu Rote Falke. Seiring dengan hal itu Paul F. Lazarsfeld pertama-tama menuntut ilmu hukum, matematika, dan ekonomi. Pada tahun 1925, dalam usia 24 tahun, Lazarsfeld memperoleh gelar doktor dalam matematika terapan dari Universitas Wina. Lazarsfeld merupakan salah seorang pemikir dan ahli ilmu sosial Eropa yang muncul pada awal PD II. Dia menyebut dirinya sebagai positivis Eropa yang dipengaruhi oleh Ernst March, Henri Poincare, dan Albert Einstin yang kecenderungan intelektual mereka dekat dengan kelompok Wina. Lazarsfeld dikenal dengan lembanganya The Bureau of Applied Social Research yang banyak melakukan penelitian tentang radio dan surat kabar. 

Dengan gelar doktor matematika terapannya ia kemudian mengajar matematika dan fisika. Selanjutnya ia berkenalan dengan suami-istri bernama Karl dan Charlotte Buhler yang merupakan dua psikolog kenamaan. Paul F. Lazarsfeld berhasil meyakinkan mereka untuk membangun sebuah pusat riset di bidang psikologi ekonomi. Lewat riset ini Paul F. Lazarsfeld menjalankan sebuah penelitian empiris tentang pengangguran di Marienthal. Sesudah surutnya revolusi Jerman (pada tahun 1923) dan kemudian pemerintahan sosialis Austria. Paul F. Lazarsfeld mulai menyadari alasan-alasan gagalnya gerakan sosialis di Austria dan timbulnya sikap apatis gerakan kaum buruh.

PENELITIAN
1. Metode Kualitatif
Paul Lazarsfeld dikenal dengan fokus kajiannya pada efek media massa, dia juga dikenal sebagai ilmuan sosial yang menggunakan metodologi kualitatif dalam melakukan studi tentang perilaku pemilih yang dikenal dengan Erie County Study dalam pemilihan presiden. Dalam penelitian itu dia melihat bagaimana efek media massa dalam mempengaruhi perilaku pemilih dalam pemilihan presiden, penelitiannya tersebut menemukan bahwa media massa tidak banyak berpengaruh terhadap perilaku pemilih waktu itu, kebanyakan pemilih sudah menentukan pilihan sebelum masa kampanye dimulai. 
2. Media massa dalam mempengaruhi kondisi sosial masyarakat
Dalam tulisannya yang berjudul “Mass Communication, Popular Taste and Organized Social Action”, Paul F. Lazarsfeld dan Robert K. Merton menggunakan istilah “Narcotizing Dysfunction” sebagai istilah yang ditimbulkan oleh media massa dalam mempengaruhi kondisi sosial masyarakat. Studi kasus yang diambil adalah masyarakat Amerika Serikat. Dalam studinya mereka menerangkan bahwa banjir informasi telah membius orang Amerika ke dalam apatisme massa. Media massa membuat mereka kecanduan, layaknya sebuah “narkotika sosial”. Mengutip pendapat Idi Subandy, “informasi media mempunyai efek tak ubahnya seperti efek obat bius atau narkotika. Pada gilirannya orang-orang menjadi kurang tercerahkan dan berkurang pula minatnya untuk terlibat dengan hal-hal yang bersifat aktual”.
Lebih lengkap Lazarsfeld dan Merton berpendapat, “increasing dosages of mass communications may be inadvertently transforming the energies of men from active participation into passive knowledge.” (Meningkatnya dosis komunikasi massa dengan kurang hati-hati bisa saja mengubah energi manusia dari partisipasi aktif menjadi pengetahuan pasif). Pendapat penulis ini setidaknya bisa menjadi rujukan kita bersama ketika masyarakat tidak melakukan proses kritis, pro aktif dan selektif terhadap iklan-iklan para capres yang ditayangkan di televisi maka masyarakat pun pada akhirnya hanya akan menjadi pemilih pasif.
Sebagai penutup, efek Narcotizing Dysfunction media massa khususnya televisi pada akhirnya bisa menyebabkan pasifnya pengetahuan seseorang diakibatkan karena mengkonsumsi media tanpa hati-hati. Ruang lingkup yang lebih luas dapat membentuk pseudo-environment yang mempunyai ciri khas hanya menggantungkan kebenaran informasi pada media televisi semata.
3. The Medical Diffusion
Ia berkesimpulan bahwa difusi inovasi dalam penggunaan obat yang laku dipasaran karena ada proses penularan dari satu orang kepada orang lainnya dalam sebuah diskusi (komunikasi antar manusia)

PEMIKIRAN
Paul F. Lazarsfeld dan Robert K. Merton dalam makalah Mass Communication, Popular Taste, and Organized Social Action menambahkan fungsi sosial bagi komunikasi massa, yakni:
1. Fungsi dalam memberi dan mengukuhkan status publik (Status Conferral)
Di dalam setiap masyarakat legitimasi dan mengukuhan status oleh masyarakat akan diberikan pada ide-ide, isu-isu, orang-orang, organisasi-organisasi, atau gerakan-gerakan tertentu. Media massa kenudian memiliki fungsi untuk memberikan status masyarakat ini. Setiap ide-ide atau orang-orang yang dimuat oleh media massa akan memiliki prestise tersendiri. Media massa telah memberikan status publik yang tinggi. Misalnya media massa memberitakan aktor Nicholas Saputra mendapatkan penghargaan Panasonic Award sebagai aktor terbaik.
2. Fungsi untuk memperkokoh norma-norma sosial
Media massa mempunyai fungsi untuk memperkuat norma-norma sosial masyarakat. Umumnya media massa akan memuat atau melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Contohnya kasus kekerasan mahasiswa IPDN Cliff Muntu yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Melalui pemberitaan media, timbul berbagai macam tanggapan, tulisan, dan seminar dari masyarakat untuk membahas persoalan tersebut. Disini norma-norma sosial dan pendidikan telah dilanggar dan memerlukan preskripsi untuk memecahkan permasalahan ini.
3. Analisis fungsi pengawasan lingkungan
Pemberitaan oleh media massa mengenai kedatangan Presiden Amerika Serikat George Walker Bush ke Indonesia mempunyai dampak yang luar biasa pada masyarakat. Penyebaran informasi ini dengan cepat mempengaruhi masyarakat bahkan jauh-jauh hari sebelum kedatangan Presiden AS tersebut. Disini media massa berusaha untuk memberikan semacam peringatan kepada masyarakat. Fungsi pemberitaan ini agar masyarakat dapat mengetahui bahwa kedatangan Presiden Bush akan mengakibatkan jalan-jalan di sekitar Bogor mengalami perubahan rute dan terganggunya sinyal telepon genggam. Sehingga masyarakat dapat memengambil tindakan lain demi kesuksesan kunjungan tersebut. Kemudian dengan kedatangan Bush secara tidak langsung mencerminkan dan menguntungkan Indonesia karena dapat mengembalikan citra Indonesia di dunia internasional. Selain terjadi fungsi, pemberitaan pada media massa juga menghasilkan disfungsi. Pertama, dapat menyebabkan terganggunya stabilitas pada masyarakat. Masyarakat Bogor khususnya akan mengalami berbagai masalah terhadap peristiwa ini. Contohnya perubahan rute angkot dan terganggunya saluran komunikasi telepon genggam. Kedua, menimbulkan kegelisahan pada masyarakat. Contohnya orang-orang yang membenci Bush, terutama teroris, kemungkinan akan datang ke Bogor dan melakukan teror. Hal ini tentu saja mengakibatkan masyarakat menjadi tidak nyaman. Ketiga, menimbulkan penolakan dari masyarakat berupa demonstrasi, baik di Bogor maupun di kota-kota lainnya. Penolakan ini karena citra buruk Presiden Bush di mata masyarakat Indonesia.
4. Analisis fungsi korelasi
Media massa dalam tajuk rencananya berusaha untuk memberikan pendapat terhadap peristiwa yang sedang berlangsung. Pemberitaan ini menyangkut kehidupan orang banyak, dan akan menjadi stimuli bagi khalayak untuk memberikan tangggapan atau berbuat sesuatu. Fungsi dari editorial tersebut adalah memberikan pandangan alternatif terhadap kekerasan yang ada di masyarakat, terutama dunia pendidikan. Fungsi ini diharapkan dapat membentuk mobilisasi pada masyarakat sehingga mereka dapat mengurangi tindakan kekerasan. Tajuk rencana tersebut juga berfungsi terhadap individu, terutama mereka yang pernah mengalami atau melakukan tindakan kekerasan. Hasil yang diharapkan agar masyarakat dapat bersikap tidak apatis dan privatisasi terhadap fenomena ini. Namun disisi lain editorial ini juga mengakibatkan kepasifan pada masyarakat. Mereka seakan-akan sangat tergantung dan menyetujui opini media massa tersebut. Masyarakat seakan terbawa dan larut, sehingga menimbulkan rasa konformitas bahwa dunia pendidikan di Indonesia saat ini telah mengalami pergeseran akibat tindakan kekerasan. Masyarakat menjadi kurang kritis dan menganggap / sepakat bahwa kekerasan sudah menjadi kebudayaan kolektif masyarakat Indonesia. Disfungsi yang lain adalah justru menyebabkan kekhawatiran dan kecurigaan terhadap profesionalisme lembaga pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Dan imbasnya adalah memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.
5. Analisis fungsi sosialisasi
Melalui pemberitaan kebudayaan tradisional tersebut, media massa berusaha mensosialisasikan kembali nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Media massa turut berperan dalam mewariskan kebudayaan daerah sehingga masyarakat dapat mengetahui kebudayaan daerah lain. Fungsi dari pemberitaan ini dapat memperkaya kebudayaan lain karena adanya transmisi dan kohesi sosial antar kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lainnya. Kemudian dapat melestarikan kebudayaan tradisional, sehingga mewariskan kepada generasi yang akan datang. Fungsi lain yang diharapkan adalah meningkatkan keutuhan sosial dan keseragaman masyarakat. Seperti yang lainnya, fungsi pewarisan ini juga menimbulkan disfungsi bagi masyarakat. Pertama, berkembangnya masyarakat massa yang tidak terpusat (desentralisasi). Dari masyarakat massa ini dikhawatirkan akan mengakibatkan budaya massa. Budaya massa adalah peralihan dari masyarakat tradisional ke budaya masyarakat massa. Sehingga dapat menghilangkan keaslian (pakem) dari kebudayaan tradisional tadi. Hal ini menjadikan kebudayaan tradisional menjadi rendah. Kedua, dapat menyebabkan depersonalisasi dalam sosialisasi bagi individu. Sebagian orang ada yang menolak pewarisan budaya tadi karena menganggap akan mengancam kebudayaan mereka. Mereka berusaha untuk mencegah dan meyaring (filter) setiap kebudayaan yang datang.
6. Analisis fungsi hiburan (entertainment)
Seperti telah dijelaskan diatas, fungsi hiburan menunjuk pada upaya komunikatif yang bertujuan memberikan hiburan pada khalayak luas. Hiburan yang disajikan pada media massa kali ini adalah seputar tempat arena bermain bagi anak-anak. Pemberitaan ini memberikan fungsi positif bagi masyarakat perkotaan karena mereka membutuhkan informasi seputar tempat untuk menghilangkan stress bersama keluarga (anak). Informasi ini memberikan kesegaran bahwa sarana hiburan ternyata juga terdapat ditempat-tempat umum. Mereka tidak perlu jauh-jauh untuk mencari sarana hiburan, karena sarana tersebut ternyata ada disekitar mereka. Pemberitaan tersebut juga turut menaikkan pamor dari Mal Artha Gading, karena masyarakat semakin mengenal bahwa di mal tersebut menyediakan sarana hiburan bagi keluarga. Disfungsi dari fungsi hiburan ini adalah masyarakat menjadi divert dan cenderung menghindar dari aksi-aksi sosial. Mereka lebih senang kumpul bersama keluarga untuk menghibur diri. Hal ini mengakibatkan kerenggangan pada masyarakat. Masyarakat menjadi lebih bersifat individualistik dan hedonis. Disisi lain pemberitaan ini juga dapat mengembangkan kebudayaan pop, dimana orang lebih suka untuk mengikuti trend dan mengunjungi tempat-tempat hiburan. Masyarakat lebih suka menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan mereka menjadi sibuk dan rumit. Disfungsi ini kemudian meningkatkan kepasifan pada masyarakat.
7. Analisis fungsi pengukuhan status publik
Melalui pemberitaan salah satu tokoh masyarakat tersebut, Fauzi Bowo, media massa mencoba memberikan legitimasi dan pengukuhan status tokoh tersebut. Media massa dalam hal ini telah memberikan status publik yang tinggi terhadap Fauzi Bowo. Pengaruh dari media massa dapat menyebabkan masyarakat mempunyai pandangan positif terhadap tokoh tersebut. Masyarakat akan menganggap bahwa Fauzi Bowo merupakan calon gubernur yang tepat untuk memimpin Kota Jakarta. Kepercayaan dari masyarakat pun timbul. Hal ini karena citra yang ditonjolkan media massa terhadap Fauzi Bowo sedemikian besar dan positif. Para pendukungnya pun akan merasa senang karena tokoh idolanya diangkat oleh media, sehingga diharpkan dapat menambah dukungan terhadap Fauzi Bowo. Meskipun persolan tersebut tidak menjadi agenda pembicaraan masyarakat, namun dengan adanya pemuatan tokoh ini masyarakat mulai memperhatikan agenda tersebut. Disfungsi dari pemberitaan salah satu calon gubernur DKI Jakarta ini tentu saja dapat menimbulkan kecemburuan sosial bagi pesaing calon gubernur lainnya. Kecemburuan ini juga dirasakan oleh para pendukungnya. Mereka kemudian berusaha menampilkan dan membesar-besarkan pilihannya. Media massa juga dituding terlalu meninggikan seseorang dan keberpihakkannya pada pihak lain. Secara tidak langsung, hal ini mengakibatkan timbulnya rasa persaingan atau bahkan permusuhan diantara kelompok masyarakat. Namun disisi lain, ada sebagian masyarakat yang justru lebih memilih bersikap apatisme dan tidak peduli. Hal ini karena anggapan mereka bahwa tokoh yang diangkat oleh media massa tersebut bukan tokoh yang mereka idolakan.
8. Analisis fungsi memperkokoh norma-norma sosial
Media massa pada analisis fungsi memperkokoh norma-norma sosial ini berusaha untuk melaporkan tentang adanya penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Dengan adanya liputan ini diharapkan penyimpangan tadi dapat diluruskan kembali. Maksud media massa memberitakan peristiwa tersebut agar masyarakat dapat mengetahuinya sehingga mereka memberikan tangggapan untuk membahas persoalan tersebut. Fungsi dari berita ini diharapkan Masyarakat dituntut untuk bersikap kritis dan aktif terhadap kesalahan yang ada disekitar mereka. Sehingga norma-norma sosial dapat kokoh dan kembali seperti semula. Tujuan lainnya adalah untuk mengurangi terjadinya pergeseran norma-norma sosial tadi agar tidak menjadi kebudayaan, baik kebudayaan kolektif maupun kebudayaan individual, dalam masyarakat. Namun fungsi pemberitaan tersebut juga mengalami disfungsi, yakni laporan tersebut hanya menceritakan sebagian kecil dari sekolah yang melakukan penyimpangan dan lebih menonjolkan sisi negatifnya saja. Hal ini dikhawatirkan akan mengakibatkan citra sekolah lain yang tidak melakukan penyimpangan juga turut mendapat predikat buruk. Media massa terlalu menggeneralisasi pemberitaannya. Walhasil, masyarakat akhirnya akan menilai kalau lembaga pendidikan saat ini perlu dipertanyakan kualitasnya. Disfungsi lainnya adalah dapat memberikan inspirasi bagi sekolah lain untuk melakukan penyimpangan serupa.

No comments:

Post a Comment