Max Horkheimer lahir di Stuttgart, 14 Februari 1895 – meninggal di Nuremberg, 7 Juli 1973 pada umur 78 tahun, adalah seorang filsuf Jerman, yang menjadi salah satu filsuf generasi pertama dari Mazhab Frankfurt.
1. Riwayat Hidup
Max Horkheimer adalah anak dari Moriz Hokheimer yang berkebangsaan Yahudi. Ia dididik dengan ketat dan otoriter supaya dapat meneruskan usaha perusahaan tenun ayahnya. Dalam persahabatan dengan Friedrich Pollock, ia berkenalan dengan dunia seni. Setelah itu, ia berkenalan dengan filsafat dan belajar bahasa Perancis lewat buku yang berjudul Aphorisme on The Wisdom of Life. Buku inilah yang akan memengaruhi pemikirannya yang pesimistis terhadap rasionalisme yang mengajarkan kehendak buta manusia yang mengakibatkan tragedi manusia itu sendiri.
Tahun 1923 Horkheimer lulus dengan disertasi tentang Immanuel Kant. Tiga tahun kemudian ia dikukuhkan sebagai guru besar di Universitas Frankfurt dan semakin mendalami filsafat Kant dan Hegel.
Setelah Perang Dunia I, perubahan peta politik membuat suksesnya Revolusi Bolshevik di Rusia, sehingga banyak cendikiawan Jerman yang beraliran kiri bergabung dengan Sekolah Frankfurt yang beraliran Marxisme. Dari sinilah Horkheimer berupaya untuk menyatakan kritiknya terhadap rakyat yang dicekam oleh kemajuan dalam kebebasan individunya.
Bulan Januari 1931, Horkheimer diangkat sebagai direktur baru Sekolah Frankfurt. Inilah zaman keemasan Sekolah Frankfurt, namun pada tahun 1933 yang beranggotakan kebanyakan orang-orang Yahudi bermigrasi ke Amerika karena tekanan Nazisme. Sekolah Frankfurt berpindah ke Amerika dan berafiliasi dengan Universitas Columbia. Pengalamannya di Amerika makin membuat keprihatinan besar Horkheimer terhadap masyarakat kapitalisme, sehingga pada tahun 1940 para ahli dari Frankfurt sangat pesimis, sebab individu makin terbelenggu oleh sistem.]Pemikirannya menjadi pesimis sebab pembebasan tidak mungkin dijalankan dalam masyarakat modern, dia pun menjadi sangat spekulatif dan refleksif, dia memilih agar filsafat diam karena ketidakmampuannya mendorong perubahan.
Pada tahun 1950 dia kembali ke Jerman dan menjadi inspirasi bagi gerakan mahasiswa radikal dalam SDS (sizialisticher Deustscher Studentenbund), namun dia sendiri tidak setuju dengan gerakan itu karena memakai kekerasan dalam melakukan aksi demonstrasi. Kemudian Horkheimer justru ditolak oleh para mahasiswa, bahkan dimusuhi hingga mengalami trauma. Pada akhirnya dia menjadi seorang yang religius, sebab menurutnya kebenaran tidak mungkin ada tanpa adanya Tuhan. Hal ini memengaruhi warna dari Sekolah Frankfurt juga, yang tadinya optimis menjadi pesimis terhadap perubahan masyarakat. Dia meninggal pada 7 Juli 1973.
2. Pemikiran
Dimulai dari tahun 1931 ketika Horkheimer menjabat sebagai Direktur Sekolah Frankfurt menggantikan Carl Grunberg, dia berpidato tentang filsafat sosial sebagai "interpretasi filosofis tentang nasib manusia sejauh manusia bukan dipandang sebagai individu, tetap sebagai anggota masyarakat. Jadi, obyek filsafat sosial sekarang adalah semua kelembagaan yang bersifat material dan spiritual dari kemanusiaan secara menyeluruh", bukan filsafat yang memaksa nilai filosofis manusia dalam pengangguran, keterasingan dan penindasan yang dilakukan oleh kelas penguasa.
Dia memakai pandangan Karl Marx dalam anggapan bahwa kejiwaan manusia, kepribadian juga hukum, kesenian, filsafat sebagai semata-mata cermin dari bidang ekonomi, dua hal yang menjadi perhatian teori kemasayarakatan Horkheimer adalah bidang sosiolgi politik dan kebudayaan.
Munculnya Sekolah Frankfurt berbarengan dengan suburnya kapitalisme monopolis di Eropa. Sekolah Frankfurt, termasuk Horkheimer memandang kapitalisme monopolis sebagai suatu tahap kapitalisme di mana usaha-usaha raksasa menguasai pasar, mengatur dan menentukan harga, sementara perusahaan-perusahaan kecil dengan serta merta digulungnya. Hal ini cenderung menghapuskan pasar dan dinamika persaingan bebas.
3. Teori Kritis sebagai sumbangan Emansipatoris
Aufklarung atau pencerahan sumbangan Kant dalam diri manusia dimanfaatkan sebagai optimisme oleh Horkheimer. Manusia yang berakal budi dapat mengeluarkan dirinya sendiri dari keterpurukan akibat pihak di luar dirinya. Di sini, akal budi dianggap sebagai bekal untuk mengentaskan manusia yang menurut Horkheimer irasional, padahal manusia haruslah rasional. Lalu Horkheimer memulai teori kritisnya dengan pertanyaan-pertanyaan; "dapatkan teori rasional tentang diri manusia dalam lingkungannya?", "bagaimanakah teori ini menjadi emansipatoris?", "manakah teori yang mampu mengembalikan manusia menjadi rasional kembali?", "di mana martabat dan kepenuhan individu dapat terpenuhi?" dsb. Dari pertanyaan-pertanyaan inilah, dia berteori berbagai bidang sosial dalam usaha menyadarkan manusia agar tidak terjerat proses kapitalisme yang sedang memonopoli kemanusiaannya.
Kritik-kritik yang dipakai Horkheimer adalah kritik tradisional di mana terdapat tiga hal yang harus dilakukan;
1) dia harus curiga dan kritis terhadap masyarakat
2) ia harus berpikir historis
3) ia harus tidak memisahkan teori dan praksis.
Namun pada akhirnya terori ini gagal menurutnya. Kegagalan itu terletak pada ketidakmampuan memberikan pengertian rasional tentang manusia dalam alam lingkungannya. Namun sebaliknya, justru membiarkan individu terbelenggu dalam masyarakat irasional. Dari kegagalan inilah, maka teori kritis haruslah menjadi emansipatoris.
Referensi
Id.wikipedia.org
James Bohman. 1999. "Horkheimer, Max". In The Cambridge Dictionary of Philosophy. Robert Audi, ed. 393. London: Cambridge University Press.
Simon Petrus L. Tjahjadi. 2007. Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan: Dari Descartes sampai Whitehead. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 102-11
No comments:
Post a Comment