Sunday, November 24, 2013

Frankfurt School

           Frankfurt school merupakan salah satu mahzab  filsafat komunikasi yang berdiri pada tahun 1931 oleh sekelompok pemikir dari kelas menengah Yahudi (saat itu kaum mereka menerima penindasan Nazi dan melarikan diri ke amerika Serikat sebelum mereka kembali lagi ke Frankfurt Jerman dan tergabung dalam Frankfurt Institute of Social Research  di Universitas Frankurt, Jerman). Mahzab ini beraliran Neo Marxisme (generasi pelanjut dari Marxisme, namun memahami bahwa konflik yang terjadi bukan hanya karena ekonomi, tetapi juga karena dominasi cultural).  Max Horkheimer, dan Theodor Adorno sebagai tokoh dari mahzab ini memiliki pemikiran bahwa adanya konflik bukan hanya karena bidang ekonomi melainkan juga adanya dominasi dari segi budaya. Dalam buku Horkheimer dan Adorno yang berjudul Dialectic of Enlightenment  mengkritik terhadap modernitas yang dipandang sebagai sejarah dominasi / penguasaan, dan penguasaan itu sendiri didorong oleh psikologi manusia (kehendak untuk berkuasa).




Penganut mahzab ini berpikir bahwa ideology adalah pengacau. Fenomena budaya populer (budaya industry saat itu) yang menyebar melalui media bagi mahzab ini dipandang secara kritis bahwa ideology budaya populer ini tidak mewakili ideology pengguna media tersebut, karena pengguna media bukan hanya dari kalangan atas yang membawa budaya itu melainkan juga budaya kelompok bawah atau kelompok pekerja. Budaya populer ini dicurigai sebagai ideology kalangan atas sehingga menjauhkan kalangan bawah dari budaya asli mereka.  Hal ini membuat budaya bawah merasa “pantas” sebagai pihak yang tertindas namun tidak merasa bahwa mereka sedang ditindas (contoh : saya buruh; saya adalah bawahan sehingga harus patuh; pantas saja mereka menyuruh saya, mereka kan atasan saya (adanya dominasi pada psikologi manusia)). Mereka memandang seharusnya ideology menjadi proses dialektika di mana proses kritis harus tetap berlangsung dengan senantiasa mengkonstruksi fondasi sosial masyarakat untuk tetap selalu kritis karena saat kritisisme mati maka pengetahuan tak kan pernah berkembang.
Jürgen Habermas sebagai tokoh terakhir dari mahzab ini menyambung pemikiran dari Adorno dan Horkheimer dengan pendapatnya tentang “ideal speech situation.” Ideal speech situation atau situasi ideal untuk berkomunikasi menurutnya terjadi saat orang bebas mengemukakan pendapat tanpa terintimidasi. Kondisi ini juga mendukung masyarakat untuk membicarakan konflik public, bukan membungkamnya yang sering dilakukan semasa Nazi. Saat itu juga ada kafe-kafe yang disebut sebagai Public Sphere yaitu kafe yang digunakan sebagai tempat membicarakan isu public, hal ini memberikan kontribusi pada revolusi modern karena dengan adanya perbincangan mengenai isu public maka opini public juga terpengaruhi. 

No comments:

Post a Comment